Saturday, March 24, 2007

GEMERLAP PRESTASI DALAM USIA EMAS

SMA Xaverius I Palembang

Pendidikan Berdasarkan Cinta Kasih dan Persaudaraan

Ungkapan carilah ilmu hingga ke negeri China, ternyata bukan hanya barisan kata-kata puitis tanpa makna yang cukup untuk dibaca dan diingat saja. Dalam kalimat itu terdapat maknai luas yang bisa berarti, mencari ilmu tidak mengenal batasan usia dan waktu. Ilmu tidak mengenal batasan negara, agama dan suku. Satu-satunya jalan untuk menjadi maju dan tidak tertinggal dengan perkembangan ilmu serta teknologi yang demikian pesat, adalah dengan belajar dan terus belajar.

Belajar dan terus belajar, itulah yang sekarang dilaksanakan oleh para guru maupun siswa-siswi SMA Xaverius 1 Palembang Tanpa belajar, semuanya akan tertinggal. Tertinggal tentunya punya pengertian yang luas, bukan saja dari segi Iptek, bisa juga dari segi wawasan. Hal seperti inilah yang tidak diingini oleh pengelola SMA Xaverius I. Meski sekolah ini yang berada jauh dari gegarnya kehidupan kosmopolitan kota Jakarta, para pengelola sekolah tidak mau ikut tertinggal. Buktinya, gaung kesuksesan yang telah dicapai para siswa sekolah itu, tidak hanya terdengar di seputar Palembang saja, namun, sudah merambah ke mancanegera. Terbukti, banyak lulusan dari SMA Xaverius memperoleh beasiswa ke universitas negeri, maupun luar negeri.

Misi dan Visi
Menjadikan manusia Indonesia yang terpelajar dan memiliki pendidikan bagus, bukan hanya angan-angan di benak para pakar pendidikan saja. Angan-angan itu juga tercermin dari pendiri Yayasan Xaverius Palembang, Frater L.F.J. Nienhuis asal Belanda. Frater yang begitu serius dengan pendidikan di Indonesia, memiliki misi kuat untuk menjadikan insan Indonesia cerdas dan berwawasan luas. Misinya adalah mendirikan sebuah sekolah sebagai pusat unggulan pelayanan pendidikan generasi penerus, berdasarkan nilai-nilai persaudaraan serta cinta kasih. Frater L.F. J Nienheuis mempersiapkan peserta didik mempelajari ilmu pengetahuan sesuai dengan kurikulum.

Tujuan yang utama untuk mempersiapkan anak didik menghadapi persaingan global, melatih dan mendampingi anak memperoleh ketrampilan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Di mana kegiatan itu mampu mengembangkan segi emosional anak, membina dan mendampingi anak didik, menumbuhkembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang mengembangkan hati nurani dan solidaritas, serta menumbuhkembangkan sikap kritis, kreatif, dan inovatif. Niat itu akhirnya diteruskan oleh para guru yang sekarang mengajar di sekolah ini.

Sesuai dengan nilai-nilai luhur pelindung sekolah, Santo Fransiskus Xaverius, misi Frater L.F.J. Nienhuis, kemudian dikembangkan lagi, sehingga pengetahuan siswa makin bertambah dan bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta kebudayaan, meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar, menumbuhkembangkan semangat persaudaraan dan mencintai sesama.

Ada yang unik dari sebagian kalimat pada misi yang disampaikan oleh Frater L.F.J. Nienhuis, penggalan kalimat itu berbunyi : siswa dan anggota masyarakat menumbuhkembangkan semangat persaudaraan dan mencintai sesama.Kalimat itu punya makna luas. Di tengah makin meningkatnya kehidupan individual di mana manusia tidak lagi peduli akan sesama serta lingkungan sekitar, misi yang disampaikan sang Frater tampaknya boleh juga dijadikan perhatian. Dengan misi itu, kita akan menengok ke belakang dan bertanya pada diri sendiri, apakah selama ini kita sudah peduli pada sesama dan juga lingkungan sekitar kita?
Terlepas dari apa yang diharapkan oleh pendiri SMA Xaverius 1 Palembang, tidak ada salahnya bila kita sedikit mengetahui, lika-liku perjalanan sekolah ini hingga menjadi sekolah yang bermutu sekaligus berkualitas seperti sekarang.

Sekolah yang mirip rumah susun ini didirikan pada tanggal 15 Juli 1951. Kala itu, masih berlokasi di Jalan Talang Jawa Lama (Kol. Atmo, sekarang, Red) No 4. Status sekolah berada di bawah naungan Yayasan Xaverius, Yayasan ini sebelumnya sudah memiliki beberapa sekolah.
Keinginan untuk mendirikan SMA Xaverius sudah lama, dan terus menjadi pemikiran para pengurus yayasan. Saat itu, untuk mewujudkannya masih menemui beberapa kendala, salah satunya, tenaga pengajar, sarana dan prasarananya belum memadai. Kebutuhan masyarat akan pendidikan yang memadai dan berkualitas, akhirnya memacu Frater L.F.J Nienhuis untuk secepat mungkin mendirikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Persiapan pun dilakukan, setelah matang, akhirnya SMA Xaverius diresmikan.

Pesan Kapur Tulis dari Belanda
Saat itu, sarana memang menjadi kendala utama. Terutama alat untuk kegiatan belajar-mengajar. Salah satu kendala yang signifikan adalah, tersedianya kapur tulis. Agar kebutuhan akan kapur tulis terpenuhi, salah seorang yang termasuk pendiri sekolah, yaitu Pastor J.H. Soudant SCJ, harus memesan kapur tulis dari Belanda.

Selain kapur tulis, kondisi lingkungan juga mempengaruhi. Akses jalan menuju sekolah, masih berupa jalan setapak dan rawa-rawa. Rumah permanen baru ada beberapa bangunan saja. Murid perdana yang masuk sekolah pun jumlahnya hanya 32 siswa. Dan guru-guru yang mengajar pun cuma 11 orang. Dengan situasi yang apa adanya, semangat para guru untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi generasi muda Palembang kala itu, tidak pernah luntur. Perlahan namun pasti, perkembangan sekolah maju pesat, akhirnya menggiring sekolah itu menjadi sekolah yang tidak dipandang sebelah mata lagi.

Saat ini para pengelola sekaligus motor yang menangani SMA Xaverius I Palembang adalah : Kepala Sekolah (Kepsek) Drs. Irenaeus Sukendro, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bidang kurikulum Drs.Kasdi Haryanta, Wakil Kepala sekolah bidang kesiswaan F.X. Tumpal Sihotang, SH., S,Pd, Wakil Kepala sekolah Bidang Sarana dan Prasarana Dra. Lucia Chia, Wakil Kepala sekolah Bidang Humas Y.S. Eko Hadi Lelana, B.A. Dibantu oleh para Wakasek ini, Kepsek Drs Irenaeus Sukendro bekerja keras membentuk SMA Xaverius menjadi sekolah yang bermutu dan berkualitas di kota Palembang.

Bisa dikatakan, membentuk sebuah sekolah sejak tahun 1951, bukanlah waktu yang pendek. Tiap pergantian kepala sekolah, akan dibarengi pula dengan munculnya program baru yang wujudnya sama, untuk menunjang berlanjutnya sebuah lembaga pendidikan yang bermutu. Semuanya memang tidak mudah, harus diberngi dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Masalah sarana dan prasarana mungkin masalah yang dihadapi hampir semua sekolah yang ada di Indonesia. Meski sekolah ini milik sendiri, dengan luas bangunan 13.360 meter persegi, SMA Xaverius I Palembang belumlah merasa keberadaan sekolah mereka sudah memenuhi standar sebagai sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup. Salah satu contoh adalah, pembangunan aula yang belum rampung. Dengan dana operasional yang diperoleh dari SPP dan Yayasan, masih saja ada yang harus dibantu, terutama siswa yang kurang mampu.

SMA Xaverius 1 juga memiliki cara khusus untuk menutupi kekurangan itu. Bayaran SPP ditetapkan bervariasi, sesuai dengan kemampuan para murid. Selain itu, sekolah juga menerapkan sistem subsidi silang, yang mampu membantu yang kurang mampu. Komite sekolah juga berperan besar dalam menunjang pencarian dana, terutama untuk pembangunan gedung-gedung sekolah dan sarana olah raga serta aula yang sampai saat ini belum rampung pembangunannya. Semua pengelolaan keuangan diatur oleh yayasan. Sekolah tinggal membuat laporan kepada yayasan.
Consumption (economics)

Utamakan Pemahaman Budi Pekerti
Sebagai sekolah swasta yang cukup berpengaruh di kota Palembang, SMA Xaverius merasa penting menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah, terutama Departemen Pendidikan dan Pemerintah Daerah setempat. Drs. I. Sukendro pun mengakui hal itu. Selain kerjasama, sebagai sekolah Katolik, penerapan pelajaran agama tidak memaksak, artinya murid diberi kebebasan untuk menjalan agamanya masing-masing.

"Sejak didirikan hingga sekarang, hubungan yang terjalin dengan pemerintahan baik dan berjalan lancar. Begitu juga hubungan dengan Departemen Pendidikan Nasional. Karena kami sekolah Katolik, kurikulum untuk pelajaran agama, sesuai dengan sekolah kami, Tapi itu bukan berarti para murid yang berbeda keyakinan harus ikut agama yang dianut mayoritas murid sekolah kami. Yang terpenting, saya harapkan pemahaman budi pekertinya baik," jelas Drs. Irenaus Sukendro, Kepsek SMA Xaverius 1 Palembang.

"Penerapan seperti itu, buat murid tidak ada masalah. Saat pertamakali masuk, kami menjelaskan, sekolah itu ada dua macam, sekolah negeri dan swasta. Begitu juga dengan sekolah swasta, ada dua macam, sekolah yang bercirikan agama dan yang tidak. Dan kebetulan Xaverius ini sekolah bercirikan agama Katolik. Meski demikian, sejarah mencatat, Gubernur Palembang tahun lalu, lulusan sekolah ini, dan sampai sekarang dia tetap dengan keyakinannya sendiri. Kami tidak mewajibkan yang beragama lain untuk ikut misa. Justru, pada hari Jumat, kami mematuhi aturan pelajaran dari pemerintah hanya lima jam. Yang Katolik melakukan pendalaman iman, sedang yang muslim kami persilahkan sholat Jumat ke Masjid, " ujar Wakil Kepala Bidang Humas, Y.S. Eko Hadi Lelana. Dengan adanya pernyataan Kepsek dan Waka Humas ini, memperlihatkan kalau SMA Xaverius menerapkan Azas Bhineka Tunggal Ika secara konsisten.

"Untuk pelajaran agama di sekolah ini, kami menyarankan murid untuk mendalami agamanya sendiri-sendiri. Untuk itu, kerja kelompok, presentasi yang dilakukan murid, dilaksanakan sesuai dengan agamanya masing-masing. Berkaitan dengan pelajaran agama, saya minta yang Muslim ke Kiyai, Protestan ke Pendeta, Katolik ke Pastur, dan Budha ke pendeta. Jadi kebenaran iman ya, diimani. Kami para guru menyampaikan dengan benar, dan berharap diterima dengan benar, nanti, menyampaikan pada orang lain juga benar," tambah Waka Humas Eko Hadi Lelana, sekaligus guru agama di SMA Xaverius I Palembang.
"Namun menurut hemat saya, tujuan dari pendidikan dikembalikan ke mukadimah Undang-Undang Dasar 45, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa," imbuh Kepsek SMA Xaverius, Drs. Irenaus Sukendro.

Segudang Prestasi
Sejalan dengan bertambahnya waktu, lambat laun SMA Xaverius membuktikan diri menjadi salah satu SMA unggulan di kota Palembang yang patut diperhitungkan. Perjalanan waktu yang lumayan panjang tidak membuat sekolah ini mundur ke belakang, malah sebaliknya. Saat ini, SMA Xaverius I Palembang mampu meraih prestasi dalam bidang akademis maupun ekstrakurikuler, baik itu ditingkat daerah, maupun nasional.

Untuk tingkat Nasional maupun Internasional tercatat nama-nama para murid yang mengukir prestasi mengagumkan bagi sekolah mereka. Misalnya, Pribadi Wiranda Busro finalis bidang IPA Lomba Karya Ilmiah Nasional, Herry, wakil International Physics Olympiade di Australia 1994, Yudistira Virgus peraih perunggu di ajang Olimpiade fisika Internasional di Taiwan, ia juga meraih medali emas di International Physics Olympiad di Pohang Korea selatan Juli 2004, Ali Sucipto, peraih Honorable Mention Olimpiade fisika Asia di Vietnam 2004 , juga meraih Honorable Mention di IPho (International Physics Olympiade) di Pohang Korea Selatan. Dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu.

Memodifikasi Sistem Pembelajaran
Kurikulum Berbasis Komptensi memang lagi trend di kalngan dunia pendidikan. Tiap sekolah berpacu untuk memberikan yang tebraik melalui system KBK itu. Ada yang memberikan in house training berulang-ulang, ada pula yang khusus mendatangkan para pelatih dari pusat (Jakarta.red) untuk memberikan pelatihan pada para guru. Eforia ini memang wajar. Untuk memperoleh mutu dan sebutan sebagai sekolah berkualitas, segala cara yang sifatnya positif, dilaksanakan. SMA Xaverius I Palembang juga tidak mau ketinggalan. Sistem belajar- mengajar yang diberlakukan di sekolah ini, mengacu pada Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1988. Materi yang diberikan pada para siswa, sama dengan materi yang dipelajari oleh sekolah lain. Meski sama, demi meningkatkan prestasi, dalam hal tertentu SMA Xaverius memodifikasi sistem pembelajaran yang diberikan pada para peserta didik.

Modifikasi system pembelajaran merupakan cara jitu untuk meningkatkan kualitas siswa dari segi intelektual. Meski demikian, SMA Xaverius I Palembang juga menerapkan pola Kurikulum Berbasis Kompetensi. (KBK). Menurut Kepala Sekolah, pada KBK, siswa berperan sebagai subyek yang belajar. Di sini siswa menjadi individu yang sadar jika dirinya mempunyai tanggungjawab harus belajar demi pengembangan diri dan masa depannya.Pemberlakuan evaluasi juga dilaksanakan secara harian dan semester. Evaluasi dilakukan oleh guru yang dijadwalkan dalam buku agenda ulangan harian.

Hukuman Tergantung Berat Ringan
Selain evaluasi, ada juga system penilaian yang dilakukan oleh para guru. Sistem penilaian di SMA I Xaverius, dilaksanakan berdasarkan tujuan, obyektivitas, dasariah, menyeluruh, berkesinambungan, terbuka, proporsional, periodik, dan mendidik. Setelah dievaluasi, hasilnya bisa diketahui kemajuan siswa dalam proses belajar. Dari hasil semua itu, ada kriteria yang harus dicapai. Kriteria secara individual jumlahnya 65 %, kriteria secara klasikal berjumlah 85 %. Siswa yang belum bisa mencapai dua kriteria di atas, bisa mengikuti program remedial. Selanjutnya, bila siswa sudah mencapai kriteria tersebut, bisa mengikuti program pelajaran tambahan dan pengayaan. Dengan sistem seperti itu, sudah bisa dipastikan seperti apa kemampuan intelektual para siswanya. Namun, apakah semua kegiatan belajar dan mengajar berjalan lancar-lancar saja dan tidak ada kendala?

"Selama ini, siswa yang terlalu bermasalah, seperti pemakaian narkoba, tidak ada di sekolah kami. Kalau berkelahi memang ada, namun intesitasnya tidak tinggi. Biasanya, jika siswa bermasalah, kami serahkan dulu kepada wali kelasnya, jika masalah itu selesai, ya sudah cukup sampai di situ. Namun jika masalahnya berkepanjangan, baru wali kelas bekerjasama dengan guru Bimbingan dan Konseling (BK). Kalau masalahnya berat sekali, kami memanggil orangtuanya, kemudian kalau memang tidak bisa ditangani, ada kerjasama antara guru BK, kesiswaan, dan wali kelas, mereka akan memberikan sanksi berupa peringatan pertama. Kalau peringatan pertama, ke dua dan ke tiga dilanggar, maka kami dan orangtua akan menghadap ke kepala sekolah (Kepsek). Kepsek sebagai pemberi keputusan terakhir. Apakah murid ini dipertahankan atau diskors dulu. Untuk tahun ini, tidak ada yang sampai demikian," jelas Wakasek Bidang Kesiswaan F.X. Tumpal Sihotang, SH., S.Pd.

Lebih Tertarik pada Buku
"Yang pasti, anak-anak di sini tidak tertarik untuk menggunakan narkoba. Mereka lebih tertarik pada buku. Tiap hari ada pemeriksaan siswa. Hari ini saja sudah kami data yang sakit ada lima belas, yang ijin dua orang dan bolos empat orang dari jumlah siswa 1.647 orang," imbuh Kepsek SMA Xaverius I Drs. Irenaeus Sukendro. "Jika ada anak yang berkelahi membawa senjata tajam, lalu mengajak orang dari luar lingkungan sekolah, sanksinya kami keluarkan dari sekolah ini, tidak ada pertimbangan lain, para orangtua murid sudah paham, pokoknya permasalahan jangan sampai dilimpahkan ke kepala sekolah. Jika sampai demikian, efeknya bisa dikeluarkan dari sekolah," tambahnya.

"Yang jelas, menjadi Wakasek Bidang Kesiswaan, harus tahu betul apa yang diinginkan remaja. Yah, harus remaja lagi," tambah F.X Tumpal Sihotang SH., S.Pd. "Begitu juga yang nilainya turun, kita laporkan ke Bimbingan dan Penyuluhan. Untuk menanganinya, guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP) akan memberikan motivasi pada anak ini. Kemungkinan juga, ada anak yang memiliki masalah keluarga. Nah, kalau sudah begitu keluarganya kami beritahu. Anak-anak seperti ini selalu diberi dorongan semangat," ujarnya lagi.

Mengubah Kerangka Berpikir
Mengubah kerangka berpikir dari pola lama ke pola baru memang tidak smeudah membalikkan telapak tangan. Seorang guru biasanya akan berpikir murid sebagai pusat perhatian yang perlu dibimbing dan diajar. Sebaliknya, murid harus patuh dan mengiyakan apa saja yang dijelaskan oleh guru. Pola lama semacam ini sudah tertanam sejak jaman dahulu hingga sekaang. Sehingga disaat KBK diluncurkan, di mana guru dan murid seiring sejalan, murid boleh memprotes jika penjelasan guru salah, banyak guru terutama yang berasal dari generasi lama (era kurikulum 1994), merasa dilangkahi, mereasa si murid sudah mulai kurang ajar, sok tahu dan tidak tahu sopan santun. Itulah yang terjadi di SMA I Xaverius Palembang.

"Dalam menjalankan Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang menjadi kesulitan adalah, mengubah kerangka berpikir. Baik itu kerangka berpikir yang sudah terasumsi dalam masyarakat, guru-guru maupun orangtua, " Drs. Kasdi Haryanta Wakasek Kurikulum. "Guru-guru juga terjebak dalam kerangka berpikir yang lama. Mereka masih berpatokan pada orientasi kurikulum lama yang ternyata jauh berbeda dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Tapi kami usahakan setapak demi setapak mengubah kerangka berpikir, baik di kalangan guru-guru, dan siswa-siswi. Kami harap lewat pertemuan dengan orangtua, melalui BK, lewat Komite Sekolah, ada perubahan kerangka berpikir," tambah Drs. Kasdi Haryanta. "Kerangka berpikir yang dimaksud juga mencakup, peran siswa. Sebab dalam KBK, siswa sebagai subyek. Sedangkan yang sudah terbentuk selama ini, siswa memposisikan diri sebagai obyek. Begitu juga dengan para guru, mereka masih memperlakukan siswa sebagai obyek. Belum menyubyekkan siswa sebagai orang yang belajar. Untuk mengubah hal ini agak sulit. Tapi lewat lokakarya kami mencoba menanamkan bahwa kita sebagai seorang guru hanya sebagai fasilitator dan mungkin suatu ketika akan berubah menjadi seorang inspirator. Tidak lagi mengobyekkan siswa," katanya.

Masih berkaitan dengan KBK, di SMA Xaverius 1, menurut Kepsek Drs. Irenaeus Sukendro dan Wakasek Kurikulum Drs. Kasdi Haryanta, menerapkan KBK secara idealis harus setahap demi setahap. Sebab, kecenderungan orientasi kerangka berpikir masih berkiblat pada kurikulum berbasis materi.
"Tapi kami berharap, paling tidak lama-kelamaan sosialisasi KBK itu akan diterima oleh para siswa dan guru," harap Kepsek Drs. I. Sukendro.

Skill Dasar

Tiap murid memiliki daya tangakp yang berbeda terhadap tiap mata pelajaran yang diberikan oleh guru-guru mereka. Tingkat intelektual siswa juga tidak sama. Ada yang cepat menerima pelajaran, ada pula yang harus berulang-ulang diterangkan oleh guru. Hal seperti itu wajar, dan tiap mguru di SMA Xaverius I memiliki kiat-kiat khusus bila menemukan masalah seperti itu.
"Untuk pelajaran ekonomi, pada awalnya saya memperkenalkan skil-skil dasar, supaya siswa tahu kalau tuntutannya seperti ini. Termasuk dalam hal mencatat, sebab teknik mencatat itu berbeda-beda. Karena materi pelajaran saya susun sendiri, maka saya memberikan mereka fotokopian. Materi pelajaran bisa dari mana saja. Dari internet juga bisa, situsnya saya berikan pada mereka. Setelah itu dibawa ke kelas dan didiskusikan , kemudian dibaca, lalu dicari tokoh wacananya. Materi itu harus memiliki tema. Baru kemudian ditulis dan disajikan pada teman-temannya yang lain," tutur Herman Yosep Sunu Endaryanto, S.Pd, guru ekonomi SMA Xaverius 1.

"Kalau pelajaran fisika, KBK baru diberlakukan tahun ini, terutama untuk murid kelas satu, sebab pelajaran fisika untuk kelas satu banyak variasi. Pertamakali menerapkan KBK memang agak sulit. Jadi, jalan satu-satunya mendidik mereka dulu. Setelah mendidik baru mengajar. Untuk materi, saya mengambil contoh-contoh soal lewat internet, dan dari peralatan fisika. Setelah itu, baru dikaji apa yang akan dipelajari dari materi itu. Misalnya, teorinya begini, otomatis perhitungannya begini. Jadi, selain kami menggali dari teori, kami praktekkan, untuk apa sih sebenarnya teori ini? Media internet perannya besar sekali. Sayangnya, dalam KBK ini, materinya banyak, waktunya yang sedikit," jelas guru fisika Jeddy Suparman, ST.

"Karena banyaknya tugas, saya menghimbau Bapak dan Ibu Guru agar memberikan tugas secara proporsional dengan jam tatap muka. Kemudian, saya selalu mendatangi tiap kelas agar murid-murid bisa mengatur waktu. Umumnya, siswa yang berasal dari SMP Xaverius, sudah bisa mengatur waktu dengan baik. Jika mereka disiplin waktunya bagus, mereka tidak perlu takut dengan tugas-tugas sekolah yang lumayan banyak itu," tambah Kepsek SMA Xaverius Drs. I. Sukendro. "Karena beban pelajaran yang banyak,. Supaya siswa tidak stres, kegiatan-kegiatan yang butuh kreativitas juga perlu diberikan," katanya lagi.

Secara tidak langsung, dengan metode KBK, guru-guru menilai mereka lebih banyak mendidik daripada mengajar.

"Untuk pelajaran biologi, murid lebih banyak mencari bahan melalui media internet. Kami juga menekankan murid tidak hanya bisa menerima pelajaran saja, tapi juga mampu menganalisa. Dari hasil analisa, mereka juga harus bisa menyampaikan di muka kelas sehingga mata pelajaran biologi yang ada sekarang, bisa digunakan dalam kehidupan nyata. Jadi bukan hanya teori-teori saja. Murid bisa melihat, apa yang terjadi dalam tubuh manusia dan alam," ujar guru biologi, Dra. Lily Kohar.
"Untuk fisika, jika alatnya kebetulan ada di sekolah, langsung dieksperimenkan. Jika alatnya murah dan murid bisa membelinya, kami minta mereka untuk beli. Seperti sebuah proyek, nanti di akhir semester kami nilai. Masing-masing murid dipacu untuk membuat alat," tambah Jeddy Suparman ST.

Sedangkan pada mata pelajaran kimia materi bisa dipraktekkan di laboratorium, tujuannya agar anak bisa melihat sendiri. "Karena materinya banyak, seharusnya bisa dipraktekkan, tapi waktunya tidak cukup. Untuk materi yang tidak bisa dipraktekkan, biasanya kami beri tugas, kami beri waktu satu bulan sebelumnya,bahannya bisa diambil dari internet. Supaya murid-murid mengerti, kami memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Ternyata, para murid tertarik bila pelajaran kimia dihubungkan dengan kehidupan se hari-hari. Jadi, mereka tidak berpikir kalau pelajaran kimia itu hanya terdiri dari rumus-rumus saja. Jika kebetulan ada materi hafalan, saya ajari cara menghafal yang tidak membosankan. Setelah itu, menerapkannya ke rumus-rumus menjadi mudah. Karena bahan-bahan untuk praktek kimia tidak bisa dibeli dengan bebas, sekolahlah yang memberi fasilitas. Sejauh prakteknya tidak berbahaya, kami memperbolehkan siswa melakukan praktek sendiri," tukas guru kimia, Dra. M.Maria Estri Murwani.

Satu hal yang membuat para guru SMA Xaverius merasa perlu meninjau kembali kebijakan KBK, adalah materi yang diberlakukan pada sistem itu. Menurut mereka, materi pelajaran untuk SMA Sangat padat. Sehingga murid sering kewalahan dalam membagi waktu antara belajar, mengerjakan tugas dan mencari data.

"Satu sisi KBK baik sekali, murid dicoba untuk semakin menguasai pelajaran, jadi tidak hanya mengandalkan teori saja. Tapi di sisi lain, murid menjadi terlena, kalau tidak siap ulangan, mereka akan berpikir, tokh bakal ada remedial nantinya," papar guru biologi Lily Kohar.
"Kalau menggunakan kurikulum 1994 materi yang diberikan pada murid dua semester, dengan mengikuti KBK, diringkas menjadi satu semester. Singkronisasi dengan pelajaran matematika menjadi kurang mendukung. Jadi kami mengajar fisika dulu, nanti baru mengulang pelajaran matematika. Harusnya, kan dibalik, matematika dulu, tinggal fisika menerapkan konsepnya seperti apa. Jadi kami mengajarkan Calculus dulu, baru masuk ke fisika, " tambah Jeddy Suparman ST.

"Untuk kelas satu SMA, waktu buat mereka sangat kurang. Apakah mungkin dengan sistem KBK ini, mata pelajarannya dikurangi. Kita ada enam belas mata pelajaran, sedang di kelas-kelas internasional, hanya ada sembilan mata pelajaran. Kami berharap, sekolah swasta, terutama yang ada di daerah dilibatkan untuk mengikuti workshop atau pelatihan yang diadakan pemerintah pusat mengenai KBK ini. . Sehingga dengan begitu, sekolah swasta seperti kami ini bisa berkembang. Dan ilmu yang ada, langsung kami serap dari sumbernya, bukan melalui transfer," tambah Kepsek Drs. I. Sukendro dan guru biologi Lily Kohar.

Konsep Diri

Terlepas dari berbagai sitem yang diberlakukan dalam dunia pendidikan selama ini, menurut dua guru yang menangani bimbingan dan konseling,Yapelan Sitohang, B.A. dan Lucia Supri Handayani, S.Pd, dalam menghadapi KBK, BK menjadi amat penting Sebab dalam BK ada lima fungsi, yaitu : fungsi pemahaman yang artinya, agar siswa tahu dan paham potensinya dan hak kewajibannya, kemudian fungsi pencegahan yang intinya mencegah supaya jangan terjadi hal-hal yang merugikan siswa dan oranglain, lalu fungsi pengentasan yang merupakan fungsi agar siswa bisa mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya, kemudian ada fungsi pengembangan, fungsi ini merupakan potensi untuk mengembangkan diri, dan wawasan menuju masa depan, ke lima fungsi advokasi, merupakan fungsi bagi guru untuk membela hak anak murid. Tentu setelah si murid usai melaksanakan kewajibannya sebagai pelajar.

"Semua fungsi ini ada yang berjalan lancar, ada juga yang tidak. Sebab, hasilnya tidak bisa kita lihat sesaat. Tidak seperti membakar lilin, seorang murid mengembangkan, memperbaiki, merancang masa depan, tidak bisa dilihat hasilnya saat ini. Namun di masa yang akan datang. Kadang kita tahu hasilnya setelah mereka tamat. Yang kami pikirkan mulai saat ini dan ke depannya, siswa harus memahami konsep diri, mendalam dan menyeluruh tentang dirinya. Potensi diri ada dua macam, positif atau negatif. Kurangi yang negatif kembangkan yang positif. Mulai dari sisi intelektual, sosialisasi, moral dan spiritualitasnya. Ini kami coba matangkan di kelas satu. Kemudian pengembangan dan aktualisasi diri harus betul-betul disadari oleh anak dan orangtua, sehingga mereka mau berkonsultasi, jangan dipanggil baru berkonsultasi. Jadi, si siswa sadar kalau satu persoalan perlu ada penyelesaiannya. Konsep diri ini yang sangat penting. Pemahaman diri, penilaian diri, penghargaan diri dan pengharapan akan dirinya, merupakan hal-hal yang harus dimengerti oleh siswa. Akan ke mana dia selanjutnya, itu yang harus ditanamkan pada mereka," ujar Yapelan Sitohang, B.A.

Komite Sekolah Membantu Meningkatkan Mutu
Pada intinya program kerja komite sekolah di SMA Xaverius I Palembang adalah mendampingi sekolah, dan membantu peningkatan mutu sekolah. Apa yang bisa dibantu, seiring dengan program sekolah, itulah yang menjadi prioritas komite.

"Yang mana menjadi porsi sekolah, dan porsi kami selaku komite sekolah, jelas. Pada porsi yang sudah ada itulah kami berperan. Kami juga memiliki manajemen sendiri yang didampingi oleh sekolah. Peran kami tidak menentukan kebijakan-kebijakan sekolah, seperti menentukan SPP, seragam sekolah atau buku-buku pelajaran. Kegiatan sekolah tetap dijalankan oleh sekolah. Kami hanya membantu mendampingi sekolah, tidak sampai ke policy yang ada di sekolah. Mungkin pada event-event tertentu kami membantu, tentru saja yang sifatnya lebih menjurus kekesejahteraan para guru," jelas Dr. Junus Widjaja SpF, ketua komite sekolah SMA Xaverius I Palembang.
"Selebihnya, untuk ke depan, komite bersama sekolah memberikan dasar-dasar apa yang harus dilakukan oleh mereka. Komite dan guru mencoba mencari solusi untuk memperbaiki nasib guru di kemudian hari. Mereka mencari dana abadi (semacam pensiun) untuk para guru, ini baru rencana, " tambah Drs. I. Sukendro.

"Memang, kami komite mempunyai manajemen tersendiri. Untuk masalah dana, kami terus menggali dari luar, terutama dari alumni, karena alumni Xaverius ini cukup besar. Kami prioritaskan untuk menghimpun dana secara sukarela dari mereka, tujuannya semua dana itu kita kembalikan untuk sekolah. Dana dana yang ada kita prioritaskan untuk SDM guru-guru itu sendiri. Begitu juga dengan program kerja, yang mana bisa kami dukung kami bantu, celah mana kami bisa masuk, di situ kami ambil bagian. Termasuk pembangunan fisik dan non fisik sekolah xaverius ini. Semuanya diberlakukan secara transparan," tambah Kris Darmawan, Wakil Ketua Komite sekolah.

"Jika dari siswa ada yang kurang mampu, kami bebaskan dari iuran-iuran. Tetapi, yang menjadi porsi sekolah, ya, dikerjakan sendiri. Kita melihat apa yang bisa kita lakukan. Kedepannya, hubungan dengan orangtua murid terus-terus kita perbaiki," tambah Dr. Junus Widjaja SpF.
"Mungkin posisi sekolah dengan komite bukan posisi rivalitas, tapi lebih pada faktor partnership. Saling melengkapi. Dengan adanya komite, kami selaku pengelola sekolah merasa tidak sendiri. Komite sejajar dengan kami. Kami memiliki tempat mengadu. Komite juga begitu, menganggap kami sebagai teman. Program-programnya bisa dibagi dan sepenanggungan. Ketika kami berseberangan dengan yayasan, komite berperan sebagai arbitrans, sehingga yayasan juga bisa memahami bahwa ini bukan kehendak semata dari kepala sekolah dan staf, tapi kehendak dari komunitas sekolah." imbuh Drs. I. Sukendro.
"Dengan adanya komite, buat kami sangat positif. Karena kami mewakili orang-orangtua murid," tambah Dr.Junus Widjaja SpF.

Ketua OSIS Harus Masuk Sepuluh Besar
Menjadi ketua OSIS di SMA Xaverius I harus masuk dalam ranking sepuluh besar. Itu adalah syarat yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Banyaknya kegiatan, ditambah dengan jadwal belajar dan tugas-tugas sekolah yang menumpuk, tentu bukan pekerjaan mudah yang bisa digarap dalam satu hari. Pastinya, agar semua pelajaran bisa diserap dengan baik, seorang ketua OSIS haruslah berotak encer, smart. Itulah mengapa syarat untuk menjadi seorang ketua OSIS di SMA Xaverius I, di kandidat harus berada dalam posisi sepuluh besar di sekolah.

"Perekrutan untuk pengurus OSIS melalui bebeberapa tahap. Tahap pertama, dibuat pengumuman, siapa-siapa yang mau menjadi pengurus OSIS. Syaratnya, harus masuk ranking sepuluh besar. Lalu dibagikan formulir. Kemudian mereka dikumpulkan dalam satu ruangan untuk mengikuti test. Sesudah test, yang lulus diwawancara oleh Pembina Osis, terdiri dari guru-guru. Bagi yang yang lulus test akan mengikuti badan Musyawarah Pelajar (BMP), setelah itu, mereka mengadakan pemilihan umum. Nanti akan dipilih pengurus harian dan seksi-seksi. Sebelum melaksanakan tugas akan dipilih siapa ketua, wakil ketua dan sekretaris. Mereka yang terpilih akan mengikuti latihan kepemimpinan, manajemen sekolah, Ketahanan Mental, dan Nasionalis. Mereka ini nantinya akan menyusun program kerja dalam satu tahun. Program yang memerlukan biaya, dilaporkan ke kesiswaan, bila ada dana dilanjutkan, bila tidak ditunda dulu, " jelas Wakasek Kesiswaan F.X. Tumpal Sihotang, SH., S.Pd.

"Untuk tahun ini kami sudah mengadakan kegiatan Class Meeting, perayaan hari-hari besar seperti Upacara Peringatan Kemerdekaan Tujuh Belas Agustus, dan festival band, baik antar kelas maupun umum. Kami juga mencari dana sosial untuk disumbangkan ke panti-panti asuhan. Selain itu, anggaran yang kami butuhkan bisa kami peroleh dari sekolah. Kami juga membuat proposal untuk donatur, misalnya komite sekolah. Dalam melaksanakan semua kegiatan Osis ini, kendala suka ada, biasanya masalah waktu. Ada yang nggak bisa membagi waktu belajar sekolah dengan program-program yang akan kami jalankan. Selain itu, kami sedih kalau ingin mengadakan acara, proposal ditolak dan nggak ada sponsor. Kalau sudah begitu, programnya nggak jalan. Osis juga mengadakan aksi donor darah secara spontanitas dan bantuan untuk pondok-pondok pesantren, " timpal Selvia, ketua OSIS SMA Xaverius I Palembang.

Para Pemenang Olimpiade Sains
Mereka adalah para para pemenang Olimpiade Sains Nasional (OSN) yang baru-baru ini diadakan di Jakarta. Bagaimana persiapan sebelum ikut OSN dan apa saja yang mereka rasakan selama ikut lomba, simak penuturan mereka.

Setiawan Masuki (Peraih Perak untuk Astronomi )
"Saingan terberat dari Jakarta. Untuk ikut OSN di Jakarta awalnya saya latihan soal-soal fisika secara intensif. Karena ada tawaran untuk ikut lomba astronomi, saya beralih ke ilmu itu. Latihan mempelajari ilmu astronomi pun dikebut lagi. Saya mencari buku tentang astronomi di perpustakaan dan internet. Saya juga membahas soal-soal dengan teman-teman. Setelah itu, aplikasinya ke soal-soal fisika. Saat lomba, yang terberat saya rasakan adalah saat praktikum. Soalnya, di Palembang nggak ada observatorium. Kalau di Jakarta ada Planetarium dan di Bandung ada Boscha. Jadi, saat berhadapan dengan alat-alat itu saya bingung, " tutur Setiawan sewaktu mengikuti lomba di OSN Jakarta.

Siswa yang berpenampilan sederhana ini, menggemari astronomi karena sejak kecil senang membaca. Jika malam hari ia senang memandang bintang di langit. Selain senang, ia juga penasaran dan bertanya dalam hati, kok langit bisa seperti itu, ya?

"Ikut olimpiade pengalaman baru bagi saya. Saya penasaran melihat banyaknya bintang-bintang di langit. Seru juga menyaksikan begitu dahsyatnya keajaiban alam. Itu membuat saya untuk terus belajar dan belajar. Senang dengan astronomi karena berawal dari hobi membaca. Saat lomba, yang saya rasakan agak susah terletak pada aplikasinya saja. Itu karena saya baru pertamakali melihat teleskop. Karena di Palembang nggak ada observatorium, saya melihat bintang-bintang dengan mata telanjang, paling pedomannya memakai peta di langit saja, " tutur cowok yang bercita-cita terjun di bidang bisnis ini.

Ade Hartawan Johan (Peraih Perunggu untuk Fisika )
"Pengalaman selama mengikuti OSN , bisa berjuang bersama teman-teman untuk meraih yang terbaik. Yang menyenangkan adalah kebersamaannya, sebab bisa bertemu teman-teman dari daerah lain dari seluruh Indonesia," kesannya.
Menurut cowok berpenampilan kalem ini, saingan terberat datang dari Jakarta. Terutama dari SMA K I Penabur. Awalnya, ia merasa sudah siap. Jadi saat mengikuti lomba merasa santai saja.
"Tetapi setelah selesai mengerjakan soal, saya mulai gugup mempertanyakan dalam hati, bagaimana hasilnya nanti. Di samping itu, penilaiannya juga fair. Selain pengalaman yang menyenangkan, saya bisa memperoleh soal dan teman-teman yang baru," ujar cowok yang bercita-cita bisa merakit robot ini santai.

Ricky Nilam (Peraih Medali Perak untuk Kimia)
Buat cowok yang minim kata-kata, OSN kali ini baru pertama kali diikutinya. Ia merasa beruntung bisa meraih medali perak. Padahal, sebelum ikut lomba, Ricky merasa gugup dan tidak berpikir bisa ikut olimpiade. Dan menurutnya, persiapan untuk ikut olimpiade juga kurang matang. Meski gugup, akhirnya ia berhasil menyabet eksperimen terbaik untuk ilmu kimia di OSN Jakarta.

"Bisa memperoleh predikat eksperimen terbaik nggak nyangka. Sebab, saat praktikum saya merasa belum selesai dan waktunya kurang. Persiapan pun hanya dua minggu, saya juga merasa buku-buku untuk pelajaran kimia masih kurang. Di OSN yang terasa berat adalah soal teori. Tapi soal praktek nggak terlalu sulit, " kata cowok yang lugu dan irit kata-kata ini. "Meski irit kata-kata, saat Ricky mendengar berita masuk seleksi untuk ikut OSN di Jakarta, dia menangis. Ia tak menduga bakal bisa ikut OSN. Sewaktu dipanggil, memperoleh medali untuk eksperimen terbaik, gurunyalah yang menangis. Sebab kami tidak pernah menduga dia akan memperoleh medali perak," tutur Dra. Lucia Chia, guru fisikanya.

 Ketiga siswa yang berhasil membawa medali perak dan perunggu ini, berharap, di ajang olimpiade sains nantinya, soal-soal yang diberikan lebih dipersulit lagi. Masalahnya, soal-soal yang semula diperkirakan sulit, ternyata setelah keluar tidak sesulit itu. Jumlah peserta juga diperbanyak. Karena soalnya cukup mudah, mereka jadi ragu dan berpikir, orang lain pasti juga mudah mengerjakannya. Jadi tidak ada istimewanya. Suasana persaingan terasa kurang.

Sumber: Profil Sekolah, Direktorat Pembinaan SMA, Departemen Pendidikan Nasional, 2006